TAWAKKAL = MALAS-MALASAN ?

"Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman." (Al-Maidah: 23)


"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (At-Thalaq: 3)


Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.


لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا


"Artinya : Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang".


Tawakkal, suatu kata yang walaupun sudah tidak asing di telinga kita, ternyata masih banyak yang keliru mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari. Tafrith dan Ifroth, adalah kesalahan yang sering terjadi dalam menyikapi berbagai masalah yeng berhubungan dengan Dien, dan tak terkecuali masalah tawakkal.


I. TAFRITH

`Ada yang bersikap tafrith, sehingga meremehkan tawakkal kepada Allah yang Maha Kuasa. Pelakunya hanya mengandalkan kecerdasan dan kemampuan yang dia miliki. Baginya, dua hal tersebutlah yang menjadi penopang kesuksesan dalam segala hal. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa yang menentukan segala sesuatu adalah Allah Yang tentunya kekuasaan dan kemampuanNya tidak ada bandingannya. Dan kalaupun ia meyakini, maka cuma sekedar keyakinan yang tidak pernah terpikir untuk diamalkan.


Sikap seperti ini akan melahirkan kesombongan. Bagi yang biasa menampakkannya, maka akan sombong dan angkuh sejadi-jadinya. Adapun yang lebih bersifat pendiam, maka tafrith dalam tawakkal akan menyimpan kesombongan dalam hati dan diri. Dan bukankah tidak akan masuk surga seseorang yang masih menyimpan rasa sombong dalam hatinya walau hanya sebesar dzarrah ?.


Terlebih, dari sifat sombong biasanya akan lahir akhlaq buruk lainnya. Paling tidak, bakhil, kikir, semena-mena, dan tabdzir yang akan menjadi sahabat sombong karena meremehkan tawakkal. Dan bagi yang belum berhasil meraih cita-cita duniawi maka akan timbul dalam hatinya rasa cemas, pesimis dan kekhawatiran yang berlebihan.


Lihatlah Rasulullah dan para sahabatnya. Generasi pertama Islam yang sepatutnya dijadikan teladan untuk meningkatkan kualitas keimanan. Sifat tawakkal yang mereka miliki menjauhkan generasi terbaik itu dari sikap sombong, kikir, bakhil,cemas dan takut dalam mengarungi kehidupan duniawi mereka.


Rasulullah, sang teladan terbaik pernah bersabda :

لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا يَسُرُّنِي أَنْ لَا يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلَاثٌ وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا شَيْءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ

"Seaindainya aku memiliki emas sebanyak gunung Uhud, aku sangat bergembira kalau tidak sampai berlalu tiga hari lamanya hingga tidak ada sedikitpun yang tersisa dari emas itu, kecuali sesuatu yang aku siapkan untuk membayar utang." (HR. Bukhari).


Adapun teladan dari para sahabat, dapat kita ambil dari beberapa kisah mereka. Ketika Abdullah bin Zubair memberikan 180.000 dirham (uang perak) kepada Ummul Mukminin 'Aisyah, maka ia pun membagi-bagikannya pada yang membutuhkan. Sampai sore hari, tak satu dirham pun yang tersisa.


Umar bin Khottob pernah menyuruh seorang pembantunya untuk memberikan kantong uang yang telah diisi 400 dinar (uang emas) kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Dan menyuruhnya untuk menyaksikan apa yang akan dilakukan Abu Ubaidah. Maka, setelah si pembantu menyerahkan amanah dari Umar, ia pun menyaksikan Abu Ubaidah, setelah mendoakan Umar dengan kebaikan, beliau membagi-bagikan uang tersebut hingga habis dalam sekejap.


Pembantu Umar tadi lalu pulang dan kemudian menceritakkan yang baru saja dia saksikan. Lalu Umar memerintahkannya hal sama, dan kali ditujukan kepada Mua'dz bin Jabal. Dan Mu'adz pun melakukan hal sama dengan Abu Ubaidah. Hanyasaja Mu'adz menyisakan dua keping untuk diberikan kepada istrinya, karena mereka memang termasuk keluarga miskin.


II. IFROTH

Lainnya halnya dengan ifroth, pemeluk sifat ini justru berlebih-lebihan dalam tawakkal. Penyakit ifroth ini banyak melahirkan sikap malas, berpangkutangan serta mengenyampingkan ikhtiar. Hal ini tentunya bertentangan dengan hakekat tawakkal. Karena, yang diperintahkan bukan hanya berserah diri kepada Allah serta tidak takut menghadapi masa depan, tapi juga diharuskan berusaha, berikhtiar dan memilih kehidupan yang terbaik. Bahkan, berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan harta dunia kemudian digunakan untuk kepentingan akhirat adalah pilihan yang sangat mulia.


Di samping itu, usaha untuk menegakkan Islam tidak mungkin terwujud tanpa ada unsur para Aghniya, ditambah ulama dan mujahid. Kerena darimana biaya akan didapatkan untuk melindungi kaum muslimin kalau bukan dari para aghniya yang mendermakan hartanya ? bagaimana dakwah Islam bisa tersebar, jika tidak ada bantuan dari para aghniya ?


Abdullah ibnu mubaarok adalah seorang ulama yang sekaligus mujahid dan aghniya. Mengenai dirinya yang saudagar dan kaya raya ia berkata, "seandainya jika bukan untuk membiayai kepentingan dakwah, maka perniagaan ini tidak akan dijalankan."


Dan bukankah Rasulullah tidak pernah memerintahkan sahabatnya untuk hidup miskin dan serba kekurangan. Walaupun beliau mencela kekayaan tanpa kesholihan. Ketika ditanya tentang sedekah yang terbaik, maka beliau pun menjawab, "Engkau bersedekah dalam keadaan sehat dan cinta harta, berharap hidup dan takut miskin." (An Nasa'i, dishahihkan Al Albani).


Rasulullah pernah menyimpan persiapan makanan untuk satu tahun ketika mendapatkan fai'. Tentunya ditujukan untuk kebutuhan beliau dan semua istri-istrinya.


Maka beliaupun memperbolehkan menabung untuk keperluan esok hari. Ketika Sa'ad bin Abi Waqqosh sakit parah dan dijenguk Rasulullah, ia mengutarakan bahwa ia memiliki harta yang banyak, sedang ahli warisnya hanya seorang putrinya saja. Sa'ad berkeinginan untuk menginfakkan 2/3 hartanya. Maka Rasulullah melarang. Sa'ad bertanya kembali dengan jumlah 1/2 hartanya, Rasulullah juga melarangnya. Dan ketika Sa'ad bertanya untuk yang sepertiga, beliau pun bersabda, "sepertiga masih banyak. Engkau tinggalkan anakmu dalam keadaan kaya-raya lebih baik daripada meinggalkan mereka dalam keadaan miskin, meminta-minta kepada manusia.


Lalu bagaimana ?

Tentunya mengkorelasikan tawakkal dengan ikhtiar, sebagai upaya untuk menghindari tafrith dan ifroth.


Bersungguh-sungguh dan bekerja keras, serta berserah diri kepada Allah dan menggunakan harta untuk kepentingan Islam yang menjadi kepentingan akhiratnya.


Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau di masjid seraya berkata, "Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rizkiku datang sendiri". Maka beliau berkata, "Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu". Selanjutnya Imam Ahmad menjelaskan, "Para sahabat juga berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita".


Terlebih, Rasulullah pernah menjelaskan bahwa semua para nabi berprofesi sebagai penggembala kambing. Nabi Daud adalah seorang tukang besi, Nabi Idris adalah tukang jahit, Nabi Ibrahim adalah seorang petani dan Nabi Zakaria adalah tukang kayu.


Terakhir, simaklah kata mutiara Abdullah bin Umar, "Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan meninggal esok". Wallahua'lam. (El Arise Mahmud)